Dalam dunia yang semakin mengglobal, penerjemahan mesin (MT) telah muncul sebagai alat yang ampuh untuk mendobrak hambatan bahasa dan memfasilitasi komunikasi lintas budaya. Dengan pengembangan sistem penerjemahan mesin neural (NMT) seperti Google Translate, DeepL, dan Baidu Translate, akses ke konten multibahasa menjadi lebih cepat dan lebih mudah diakses. Namun, meskipun kemajuan pesat, penerjemahan mesin masih menghadapi tantangan signifikan dalam hal menerjemahkan konten yang kaya budaya—terutama konten yang berakar pada sejarah, sastra, dan nilai-nilai tradisional Tiongkok—ke dalam bahasa lain. Artikel ini membahas keterbatasan penerjemahan mesin dalam menangani konten budaya Tiongkok dan mengapa penerjemah manusia tetap sangat diperlukan dalam konteks ini.
Kompleksitas Bahasa dan Budaya Tiongkok
Bahasa Mandarin bukan sekadar media komunikasi; bahasa ini merupakan wadah bagi ribuan tahun filsafat, sejarah, dan kearifan budaya. Sastra Tiongkok klasik, idiom (成语), peribahasa, kiasan sejarah (典故), dan referensi budaya tertanam dalam banyak teks, terutama dalam sastra, dokumen hukum, pengobatan tradisional, dan wacana politik.
Misalnya saja idiom “画龙点睛” (huà lóng diǎn jīng), yang secara harfiah berarti "menitik mata naga yang dicat," sebenarnya mengacu pada penambahan sentuhan akhir yang menghidupkan sesuatu. Terjemahan mesin secara harfiah mungkin berbunyi "melukis naga dengan titik-titik mata," yang sama sekali tidak memiliki makna dan dapat membingungkan pembaca.
Demikian pula banyak konsep Tiongkok, seperti “孝” (bakti kepada orang tua), “中庸” (Doktrin Rata-rata), dan “天人合一” (harmoni antara manusia dan alam), bersifat sangat filosofis dan spesifik secara budaya, memerlukan tidak hanya konversi linguistik tetapi juga interpretasi budaya—sesuatu yang sulit dilakukan oleh mesin.
Literalisme dan Kehilangan Semantik
Sistem penerjemahan mesin sering kali sangat bergantung pada kesetaraan kata ke kata atau frasa ke frasa, khususnya dalam model konteks rendah. Meskipun pendekatan ini dapat menghasilkan hasil yang lumayan untuk teks sederhana atau teknis, pendekatan ini menjadi bermasalah saat menerjemahkan teks bahasa Mandarin yang kaya akan metafora, simbolisme, dan nada.
Ambillah baris puisi terkenal dari Li Bai:
“床前明月光,疑是地上霜。”
Output MT literal mungkin berbunyi:
“Cahaya bulan terang di depan tempat tidurku, kurasa tanah sedang membeku.”
Meskipun secara teknis benar, namun tidak memiliki irama, nada, dan nuansa emosional yang puitis. Seorang penerjemah manusia mungkin menerjemahkannya sebagai:
“Di depan tempat tidurku, cahaya bulan yang terang bersinar—
Saya curiga itu embun beku di tanah.”
Hal ini tidak saja menjaga makna tetapi juga keindahan estetika ayat tersebut.
Kurangnya Konteks Budaya dan Pragmatik
Konteks budaya memainkan peran penting dalam pemahaman dan penerjemahan bahasa. Mesin tidak dapat secara andal menyimpulkan elemen pragmatis seperti sarkasme, ironi, tingkat kesopanan, atau kesesuaian budaya. Misalnya, ketika seorang penutur bahasa Mandarin mengatakan “有空来坐坐” (secara harfiah: "Duduklah jika Anda punya waktu"), sering kali merupakan ungkapan sopan santun, bukan perintah harfiah. Sistem MT mungkin salah mengartikan ini sebagai perintah langsung atau pernyataan yang terlalu santai, tergantung pada desain algoritme.
Selain itu, mesin sering kali gagal memahami konotasi historis atau politis. Istilah seperti “四人帮” (Geng Empat), “三从四德”, atau “文化大革命” memiliki beban budaya yang kompleks dan memerlukan penerjemahan kontekstual yang cermat—bukan sekadar transliterasi atau penggantian kata langsung.
Tantangan dengan Nada dan Kesopanan
Bahasa Mandarin sensitif terhadap nada, sebutan kehormatan, dan ekspresi tidak langsung. Dalam tulisan formal atau korespondensi bisnis, frasa dibuat untuk menjaga hierarki, rasa hormat, dan keharmonisan. Mesin sering kali salah membaca atau mengabaikan nuansa ini. Misalnya, “烦请您查收” (silakan periksa) dapat diterjemahkan menjadi “silakan periksa”, sehingga menghilangkan nada sopan dan hormat yang diharapkan secara budaya.
Perataan nada ini dapat menyebabkan miskomunikasi atau bahkan dianggap kasar dalam pertukaran lintas budaya—sesuatu yang sangat penting dalam diplomasi, bisnis, dan akademis.
Domain Khusus: Pengobatan Tradisional Tiongkok dan Teks Hukum
Dalam bidang seperti Pengobatan Tradisional Tiongkok (TCM), penerjemahan mesin menghadapi tantangan terminologis dan konseptual. Istilah TCM seperti “气” (qi), “经络” (meridian), atau “寒热虚实” (dingin, panas, kekurangan, kelebihan) tidak dapat diterjemahkan secara langsung tanpa pemahaman budaya dan medis yang mendalam. Salah menafsirkan istilah-istilah ini dapat menyebabkan kesalahpahaman yang serius.
Demikian pula, dalam teks hukum Cina, istilah sering kali mencerminkan prinsip Konfusianisme, praktik administrasi lokal, dan ambiguitas linguistik yang memerlukan literasi hukum dan budaya. Mesin tidak dilengkapi dengan baik untuk menangani kompleksitas berlapis seperti itu.
Bias dan Keterbatasan Data Pelatihan
Sistem penerjemahan mesin hanya akan sebaik data yang digunakan untuk melatihnya. Banyak sistem NMT yang dilatih pada korpus dwibahasa untuk keperluan umum, yang mungkin tidak mencakup cukup banyak contoh teks budaya Tiongkok berkualitas tinggi. Akibatnya, sistem tersebut mungkin tidak berkinerja baik saat menerjemahkan literatur tradisional, esai sejarah, atau filsafat klasik.
Selain itu, data pelatihan dapat memperkuat bias yang ada atau terjemahan yang salah, terutama ketika konten non-asli atau terjemahan yang buruk digunakan sebagai masukan.
Peran Penerjemah Manusia yang Tak Tergantikan
Meskipun ada keterbatasan ini, penerjemahan mesin dapat berfungsi sebagai alat yang berguna untuk membuat draf kasar atau membantu pemahaman dasar. Namun, dalam hal menerjemahkan konten budaya Tiongkok secara akurat dan elegan, penerjemah manusia tidak tergantikan.
Penerjemah yang terampil tidak hanya bilingual tetapi juga bikultural. Mereka harus menafsirkan makna, maksud, nada, dan subteks budaya sambil mengadaptasi pesan untuk audiens target. Proses ini pada dasarnya kreatif, peka terhadap konteks, dan bergantung pada empati—kualitas yang belum dapat ditiru oleh mesin apa pun.
Terjemahan mesin telah mengalami kemajuan luar biasa dalam beberapa tahun terakhir, mengubah cara kita mengakses konten multibahasa. Namun, penerapannya pada konten budaya Tiongkok masih penuh dengan tantangan. Dari ungkapan idiomatik dan nuansa sastra hingga kehalusan kontekstual dan pengetahuan khusus domain, kedalaman budaya sering kali hilang dalam penyederhanaan algoritmik.
Bagi lembaga, penerbit, dan organisasi yang ingin berbagi budaya Tiongkok dengan dunia, mengandalkan terjemahan mesin saja tidaklah memadai dan berisiko. Sebaliknya, model kolaboratif yang memadukan keahlian manusia dengan efisiensi mesin adalah jalan yang paling menjanjikan ke depan—yang menghargai kekayaan warisan Tiongkok dan memastikan transmisi autentiknya lintas bahasa dan budaya.
